"Paradigma Pembangunan Berkelanjutan Pada Wilayah Kepulauan" oleh: Dr. Wilson Novarino

Memiliki ribuan pulau merupakan berkah dan sekaligus menimbulkan permasalahan tersendiri bagi pemerintahan Indonesia. Proses pembentukan kepulauan yang bervariasi, posisi geografis, dan pengaruh iklim lautan menyebabkan masing-masing pulau mempunyai keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang sangat unik dan tidak bisa dijumpai pada daerah lain. Seiring dengan itu, bentuk adaptasi masyarakat yang menempati wilayah kepulauan tersebut memunculkan beranekaragam budaya dan kearifan lokal sehingga menjadi suatu kekayaan tersendiri.

Secara tradisional interaksi masyarakat dengan kondisi kepulauan telah menghadirkan pola hubungan yang harmonis. Pola tradisional masih mengandalkan pola pemanenan tumbuhan seperti memetik, perburuan hewan dan menebang kayu hasil hutan, namun semuanya masih dalam ukuran yang wajar dan bisa dipenuhi atau diistilahkan dengan sesuai daya dukung. Permasalahan muncul ketika terjadi pergeseran dari pola tradisional kepada pola modern. Seiring dengan pertumbuhan populasi, perubahan pola hidup, meningkatnya kebutuhan, serta munculnya keinginan untuk memiliki sesuatu yang terdapat pada wilayah pulau lain, menjadi faktor pendorong tergerusnya harmoni antara masyarakat dengan lingkungan kepulauan. Demikian pula dengan berbagai bentuk informasi, bahan, perkakas, serta gaya hidup yang diperkenalkan dari luar menjadikan suatu wilayah kepulauan bisa mengalami perubahan jati dirinya. 

Pembangunan wilayah kepulauan merupakan suatu paradoks. Barang dan jasa yang dihasilkan pada wilayah kepulauan ketika akan dibawa keluar dari pulau tentunya membutuhkan biaya produksi, dengan demikian akan menekan harga dan daya saing. Sebaliknya mendatangkan suatu barang dan jasa dari luar pulau akan membutuhkan biaya ekstra sehingga juga menaikkan harga. Dengan demikian dalam upaya peningkatan kegiatan ekonomi wilayah kepulauan mendapatkan tekanan berlipat.

Selain dari segi pemenuhan kebutuhan, pembangunan wilayah kepulauan juga mesti mempertimbangkan keutuhan ekosistem pulau. Sebagai daerah yang dikelilingi oleh lautan, ketersediaan air tawar menjadi sesuatu yang sangat krusial. Pada pulau-pulau kecil, sungai yang ada sangat dipengaruhi oleh iklim laut dan cenderung tidak terlalu panjang dibandingkan sungai yang ada pada pulau yang besar atau daerah benua. Oleh sebab itu, sistem penyerapan air tawar sebagai sumber air tanah yang dilakukan oleh tutupan hutan menjadi sangat vital. Pembukaan wilayah hutan pada daerah pulau kecil akan memberikan pukulan beruntun terhadap keharmonisan lingkungan dengan masyarakat kepulauan. Pembukaan wilayah hutan bisa menganggu siklus hidrologi sehingga jumlah air yang diserap ke dalam tanah menjadi berkurang. Pembukaaan hutan juga akan memicu erosi sehingga sungai akan membawa jumlah endapan yang lebih besar ke wilayah pesisir. Endapan yang sampai ke perairan laut akan mengganggu proses fotosintesis dan siklus hidup satwa perairan, sehingga mempengaruhi jejaring makanan dan berimplikasi pada jumlah ikan yang bisa dipanen oleh para nelayan.

Fenomena lain yang sering dijumpai pada wilayah kepulauan adalah pengambilan terumbu karang dan pasir untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur. Tidak ada bahan seperti batu dan pasir, serta mahalnya harga material seperti semen, menyebabkan pada berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan di kepulauan disikapi dengan memanfaaatkan terumbu karang dan pasir. Sama halnya dengan pembukaan hutan, hal ini juga memberikan implikasi pada aktivitas ekonomi berbasiskan perikanan. Hilangnya terumbu karang menyebabkan penurunan jumlah tangkapan, sehingga mesti disikapi dengan melakukan penangkapan ikan ke daerah yang lebih jauh, dan tentunya berimplikasi kepada naiknya biaya produksi. Pada jangka panjang hilangnya terumbu karang, juga menjadikan ombak yang lebih besar sehingga memicu terjadinya abrasi pada garis pantai. Upaya pencegahan abrasi kembali membutuhkan biaya.

Dengan demikian pertanyaannya adalah, bagaimana harusnya pembangunan wilayah kepulauan dilakukan? Secara konsepsual, pembangunan kepulauan mesti bisa menggali, mengembangkan dan memanfaatkan secara optimal potensi lokal, serta meminimalkan pemenuhan kebutuhan yang bersumber dari poduk dari luar.  Potensi lokal biasanya akan sangat mudah diidentifikasi dengan mengacu kepada berbagai bentuk pemanfaatan tradisional yang ada pada wilayah pulau tersebut. Sebagai contoh, pembangunan di wilayah kepulauan Mentawai akan sangat ideal jika bisa kita laksanakan dengan mengembangkan dan meningkatkan potensi serta nilai guna sagu, ubi, pisang, serta berbagai jenis tumbuhan obat.

Tanaman sagu (Metroxylon spp) memiliki kadar karbohidrat yang setara dengan tepung beras, singkong dan kentang. Kandungan energi dalam tepung sagu, juga hampir setara dengan bahan pokok lain berbentuk tepung seperti beras, jagung, singkong, kentang dan terigu. Hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan proses pengolahan dan diversifikasi dengan mengadaptasikan produk dengan model yang lebih bisa diterima dan disukai masyarakat sekarang. Hal yang sama tentunya juga bisa kita lakukan terhadap produk berbasiskan ubi dan pisang. Pada pemanfaatan ruang pulau seperti untuk pemukiman dan kegiatan budidaya, perlu dipertimbangkan untuk mengurangi jarak dan luas areal yang dimanfaatkan. Hal ini akan berkorelasi dengan jumlah tutupan lahan yang dibutuhkan sehingga bisa mengurangi laju kerusakan hutan, ketersediaan air tanah, kesehatan terumbu karang dan tangkapan ikan.

Secara umum, pengembangan potensi lokal dan mengadaptasikannya dengan pola pemanfaatan terkini akan menjadi suatu bentuk pola pembangunan wilayah kepulauan yang berkelanjutan. Sehingga bisa mengurangi ketergantungan dengan wilayah lain, dan sebaliknya justru memunculkan keunikan sendiri menjadi suatu keunggulan. Lebih jauh, keunggulan produk tersebut tentunya harus diikuti pula dengan menciptakan dan mengembangkan pasar yang bisa menyerap produk unggulan tersebut. Peningkatan ekonomi berbasis keunikan lokal secara empirik pada berbagai wilayah menunjukkan adanya korelasi yang sangat erat dengan kelestarian wilayah kepulauan.

Read 786 times Last modified on Selasa, 27 September 2022 10:43