"Manfaat Serat Bengkuang" Resensi Buku dari Dr. Wilson Novarino

 

Ketika kita memasuki kota Padang dari arah utara ataupun timur, kita akan bisa melihat patung Bengkuang yang berdiri kokoh di garis perbatasan kota tersebut. Kota Padang pernah sangat dikenal dengan nama Kota Bengkuang, buah yang dikenal dengan nama ilmiah Pachyrhizus erosus ini menjadi oleh-oleh yang selalu ditanyakan ketika seseorang baru kembali dari kota Padang. Adanya berbagai jenis buah dan makanan lainnya sejalan perkembangan zaman, menjadikan bengkuang hanya bisa kita jumpai pada beberapa bagian kota saja. Padahal bengkuang merupakan buah yang selama ini kita nikmati mempunyai khasiat yang banyak tanpa kita sadari. Umbi bengkuang yang banyak mengandung air selama ini dikonsumsi sebagai buah baik secara langsung, ataupun dipadu dengan buah lainnya sebagai rujak, salad buah ataupun sup buah.

Buku “Serat Bengkuang Sebagai Anti Penyakit Metabolik” merupakan salah satu mata rantai penting yang menjembatani permasalahan akibat perubahan gaya hidup dengan pemanfaatan biodiversitas khususnya tanaman bengkuang. Penelitian terdahulu menunjukkan adanya potensi bengkuang sebagai imunomodulator. Akan tetapi, analisis khusus untuk mengeksplorasi senyawa-senyawa potensial lainnya masih sangat terbatas. Rangkaian penelitian yang telah dilakukan penulis buku ini (Putra Santoso, Ph.D) terhadap potensi serat bengkuang dalam mencegah berbagai bentuk penyakit metabolik, merupakan sesuatu yang sangat penting dan bernilai strategis tidak hanya dari sisi pemanfaatan biodiversitas, ikut membantu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, bahkan juga sangat bernilai dalam pengembangan ekonomi kreatif masyarakat.

Penulis telah membuktikan melalui beberapa rangkaian penelitian bahwa serat bengkuang mengandung senyawa cathine yang berkhasiat sebagai anti obesitas. Serat bengkuang juga mampu mencegah akumulasi lemak dan menekan peningkatan lipid plasma dan kolesterol total yang dipicu konsumsi makanan berlemak tinggi. Serat bengkuang juga dapat mencegah degenerasi pankreas yang dipicu oleh makanan berkadar gula tinggi bahkan dalam dosis tinggi bisa menurunkan gula darah. Serat bengkuang juga terbukti mencegah degenerasi hati yang dipicu makanan berlemak dan kadar gula tinggi. Dalam buku ini Putra Santoso, Ph.D menguraikan secara detail konsepsi dan teoritis, tahapan proses pengujian, serta hasil penelitan yang telah dilakukan secara terperinci. Pada bagian akhir, juga disampaikan keterbatasan dan tahapan selanjutnya yang dibutuhkan untuk menjadikan hasil penelitian ini sesuatu yang bisa didayagunakan untuk membantu masyarakat, terutama yang memiliki gangguan kesehatan terkait proses metabolik.

Buku “Serat Bingkuang Sebagai Anti Penyakit Metabolik” terbitan Andalas University Press tahun 2021, setebal 120 halaman, secara umum bisa meningkatkan literasi kita terkait proses-proses fisiologis di dalam tubuh, terutama pada taksa mammalia. Membaca dan memahami buku ini menjadi lebih terbantu dengan adanya Glossarium dan Indeks yang dilampirkan Penulis pada bagian akhir. Penulisan dan penempatan bab yang sistematik memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi kita untuk memahami permasalahan yang dijabarkan. Diawali dengan dasar pemahaman tentang penyakit metabolik dan tentang kenapa mesti serat bengkuang yang harus digunakan pada Bab Pendahuluan, penjabaran materi dilanjutkan dengan apa yang dimaksud dengan serat pangan, metodologi pengujian khasiat, jabaran tentang senyawa bioaktif serat bengkuang, manfaat serat bengkuang untuk anti obesitas dan dislipidemia, sebagai anti diabetes, sebagai hepatoprotektor, sebagai renoprotektor dan Bab Penutup. Semua materi dituliskan dengan Bahasa yang bisa dipahami disertai dengan ilustrasi dan grafik yang sangat informatif.

Dengan membaca buku ini, tentunya kita bisa meningkatkan pemahaman kita terhadap proses fisiologis dan mekanisme internal dalam tubuh, serta resiko dari pola konsumsi yang kurang baik. Sebagaimana dituliskan pada sampul belakang buku ini “Kita mungkin saja tidak bias menahan diri untuk menikmati makanan-maknan manis dan berlemak tinggi, tetapi kita tenu pasti bisa mengimbanginya dengan mengkonsumsi makanan berserat tinggi”.

 

Read 671 times Last modified on Selasa, 27 September 2022 10:43