"Dan Damai di Bumi" Resensi Buku oleh Dr. Wilson Novarino

Rangkaian kata yang menjadi judul tulisan ini, merupakan judul buku yang diterbitkan lebih seratus tahun yang lalu. Buku yang aslinya berjudul Und Friede auf Erden! Merupakan hasil karya Karl May dan diterbitkan pertama kali pada  1904. Sejak pertama kali diterbitkan sampai sekarang telah diterjemahkan ke lebih dari 100 bahasa dan menginspirasi banyak penggiat lingkungan dan praktisi konservasi alam. Kepiawaian narasi Karl May dengan puluhan karyanya telah banyak menggugah kecintaan dan keinginan berpetualang di alam. Rasa cinta ini akhirnya menjelma menjadi kepedulian akan lingkungan yang tinggi.  Banyak tokoh penggiat lingkungan merupakan penggemar kara-karyanya. Prof. Dr. Emil Salim, merupakan salah satu penggemar Karl May. Beliau kemudian juga menjadi lokomotif bagi gerbong kesadaran lingkungan di Indonesia.

Karl May, sebagai seorang pengarang banyak berkisah tentang perjalanan tokoh utamanya Old Shaterhand ke benua Amerika yang masih alami (wildwest) dan bersahabat dengan seorang ketua suku indian yang bernama Winnetou. Dalam kisah perjalanan tersebut, Karl May berkisah tentang indahnya alam asli Amerika berserta keunikan flora, fauna dan penduduk asli Amerika yakni bangsa Indian. Meskipun dalam kisah yang disampaikan Karl May menceritakan secara detail perjalanan tersebut, bahkan seolah-olah melakukan segalanya, namun kisah tersebut semuanya dibangun dari berbagai sumber tanpa pernah berkunjung sekalipun ke Amerika. Dan damai di Bumi, menjadi salah satu buku Karl May yang ditulis berdasarkan perjalanan yang sesungguhnya. Bahkan pada kurun waktu 10 sampai 23 november 1899 karl my menghasbiskan waktunya di Padang, Sumatra Barat. Karl May menginap di Hotel Atjeh, yang saaat ini menjadi lokasi salah satu hotel ternama di kota Padang.

Keindahan bumi yang dikisahkan lebih dari 100 tahun tersebut semakin berkurang pada tahun-tahun terkahir. Bumi yang ada sekarang semakin ringkih oleh berbagai proses alami dan dampak dari upaya manusia meningkatkan taraf hidupnya. Pertumbuhan populasi manusia, berubahnya berbagai tatanan, seperti hutan yang dirambah, bukit yang ditambang, serta sampah dan polusi, ikut memperparah penyakit bumi yang semakin tua. Akibatnya, penurunan kualitas hutan, berkurangnya cadangan bahan mentah, banjir, kekeringan, serta perubaan iklim menjadi pekerjaan rumah yang mesti dicarikan jawabannya.

Alam mempunyai kemampuan daya dukung yang terbatas. Selagi semua upaya pembangunan dan perkembangan populasi sesuai dengan daya dukung tidak akan terjadi benturan. Karenanya Komisi Bruntdland mempopulerkan istilah Pembangunan Berkelanjutan (Suistanble Development). Kebijakan ini didefenisikan sebagai upaya pembangunan yang bisa memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi akses generasi yang akan datang terhadap sumber daya yang sama. Hal inilah yang menjadi salah satu landasan dilakukannya pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 di Glasow pada 31 Oktober sampai 12 November 2012. Pada pertemuan yang rutin dilakukan tersebut, pimpinan dari 121 negara menyampikan komitmen mereka terhadap upaya penyelamatan lingkungan, seperti langkah-langkah yang telah diambil untuk berpartisipasi dalam mencegah terjadinya perubahan iklim. Pertemuan di Glasgow juga dijadikan sebagai ajang evaluasi dari kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya pada COP 21 atau yang dikenal dengan Paris Accord 2015 yang memuat komitmen negara peserta untuk melakukan pengurangan gas rumah kaca, meningkatkan produksi energi terbarukan, mempertahankan suhu global dibawah 2oC atau idelanya 1,5oC  dari suhu awal sejak revolusi industri, serta pendanaan untuk negara-negara miskin yang terdampak dengan adanya perubahan iklim.

Para penggiat lingkungan, praktisi konservasi dan pemerhati bidang biologi saat ini dituntut pemikiran dan aksi nyatanya untuk ikut serta dalam menanggulangi permaslaahn ini. Kita dituntut untuk menghasilkan pemikiran dan inovasi nyata sehingga bisa menjadi dasar kebijakan, menemukan bentuk pemanfaatan alternatif keanekaragaman hayati sehingga bisa berkontribusi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, alternatif teknologi yang lebih ramah lingkungan, serta menjadi agen untuk perubahan sosial yang lebih ramah lingkungan.

 

#resensibuku #biologiunand

 

Read 643 times Last modified on Selasa, 27 September 2022 10:45