
Biologi
Oleh: Siti Nur Aisyah (Biologi 2019)
Halo Sahabat Konservasi, Jurusan Biologi FMIPA UNAND berkolaborasi dengan Global Environment Facilities (GEF)-UNDP melaksanakan Seminar Nasional “Masa Depan Konservasi Harimau Sumatera” seiring dengan berakhirnya program “Transforming Effectiveness of Biodiversity Conservation in Priority Sumatran Lancsapes” di pulau Sumatera. Seminar nasional yang dilaksanakan secara hybrid (daring dan luring) telah sukses dilaksanakan pada hari Senin, 14 Februari 2022 di Ruang Seminar Gedung I Universitas Andalas dan Zoom meeting dari jam 09.00-17.00 WIB. Seminar ini dihadari oleh Dirjen KSDAE Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ir. Wiratno, M.Sc dan Rektor Universitas Andalas Prof. Dr. Yuliandri, S.H, M.H serta dibuka langsung oleh Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, S.P.
Seminar Nasional kali ini dihadiri oleh pemateri dan peserta dari berbagai stakeholder. Mulai dari pemerintah, lembaga non-pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat guna meningkatkan sinergi, kolaborasi, dan kesadaran terhadap masa depan konservasi harimau di pulau Sumatera. Seminar nasional kali ini diharapkan menjadi media untuk mendiseminasikan progress terbaru konservasi harimau sumatera dan rekomendasi kegiatan di masa depan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hal praktik dan pengelolaan Konservasi Harimau Sumatera. Antusiasme peserta cukup tinggi dalam acara ini, dibuktikan dengan lebih dari 500 peserta yang hadir secara daring dan luring, bukti nyata bahwa konservasi harimau menjadi concern bersama kita.
Penulis : Cheria Hafizah Putri dan Azizah Innayah Putri
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah perairan payau atau daerah pertemuan air tawar dengan air laut. Kondisi perairan hutan mangrove dipengaruhi oleh proses pasang surut air laut sehingga ketika terjadi pasang maka hutan mangrove akan tertutupi oleh air laut dan sebaliknya mengering saat kondisi pasang. Hutan mangrove memiliki substrat berlumpur yang kaya akan bahan organik. Bahan organik ini berasal dari endapan materi tumbuhan bakau yang mengalami pelapukan di dasar substrat tumbuhnya. Hutan mangrove umumnya didominasi oleh ragam tumbuhan yang dikenal dengan nama umum bakau. Tumbuhan bakau yang menyusun hutan mangrove berasal dari marga Rhizophora dan suku Rhizophoraceae dengan ciri khas berupa akar tunjang yang besar dan berkayu menonjol keluar dari permukaan air, pucuk yang tertutup, daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah ketika masih di pohon. Bentuk akar yang unik dari pohon bakau merupakan bentuk adaptasi agar mampu hidup pada daerah payau yang memiliki kondisi lingkungan yang khas.
Pulau Siberut merupakan salah satu pulau di Kepulauan Mentawai yang mempunyai potensi besar dan perlu dikembangkan. Potensi yang dimiliki seperti keanekaragaman hayati dengan tingkat endemisitas yang tinggi, serta kearifan lokal suku Mentawai yang sangat harmonis dengan alam. Hal ini menjadi dasar penetapan daerah hutan di Pulau Siberut sebagai Kawasan Taman Nasional serta sebagai Cagar Biosfer. Siberut juga sangat strategis bagi pertahanan Indonesia karena merupakan pulau terluar di pantai barat Sumatera. Karenanya pengembangan konsep pembangunan berkelanjutan, yang memperhatikan keunikan keanekaragaman hayati, keluhuran budaya serta nilai strategis sebagai pulau terluar penting dilakukan. Hal ini tentunya membutuhkan adanya kerjasama dan sinergi antara seluruh stakeholders.
Memiliki ribuan pulau merupakan berkah dan sekaligus menimbulkan permasalahan tersendiri bagi pemerintahan Indonesia. Proses pembentukan kepulauan yang bervariasi, posisi geografis, dan pengaruh iklim lautan menyebabkan masing-masing pulau mempunyai keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang sangat unik dan tidak bisa dijumpai pada daerah lain. Seiring dengan itu, bentuk adaptasi masyarakat yang menempati wilayah kepulauan tersebut memunculkan beranekaragam budaya dan kearifan lokal sehingga menjadi suatu kekayaan tersendiri.
Secara tradisional interaksi masyarakat dengan kondisi kepulauan telah menghadirkan pola hubungan yang harmonis. Pola tradisional masih mengandalkan pola pemanenan tumbuhan seperti memetik, perburuan hewan dan menebang kayu hasil hutan, namun semuanya masih dalam ukuran yang wajar dan bisa dipenuhi atau diistilahkan dengan sesuai daya dukung. Permasalahan muncul ketika terjadi pergeseran dari pola tradisional kepada pola modern. Seiring dengan pertumbuhan populasi, perubahan pola hidup, meningkatnya kebutuhan, serta munculnya keinginan untuk memiliki sesuatu yang terdapat pada wilayah pulau lain, menjadi faktor pendorong tergerusnya harmoni antara masyarakat dengan lingkungan kepulauan. Demikian pula dengan berbagai bentuk informasi, bahan, perkakas, serta gaya hidup yang diperkenalkan dari luar menjadikan suatu wilayah kepulauan bisa mengalami perubahan jati dirinya.